Salah satu mineral industri yang banyak digunakan oleh sektor industri, konstruksi dan pertanian adalah batu kapur. Adanya peningkatan kebutuhan akan sektor ini dan ketersediaan yang cukup banyak dan merata di Indonesia merupakan salah satu pertimbangan untuk mengeksploitasi dan mengembangkan bahan galian ini, disamping kemudahan cara penambangannya.
Batu kapur secara geologi dapat terjadi dengan beberapa cara yaitu secara organik, secara mekanik dan secara kimia. Sebagian besar batu kapur di alam terjadi secara organik, yaitu terjadi dari hasil pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang.
Batu kapur yang terjadi secara mekanik yaitu terjadi dari hasil perombakan dari hasil dari batu kapur yang sudah ada kemudian terbawa oleh arus dan kemudian diendapkan yang tidak jauh dari tempatnya semula. Sedangkan batu kapur yang terjadi secara kimia yaitu terjadi dalam kondisi iklim dan suasana lingkungan tertentu dalam air laut maupun air tawar.
Selain itu batu kapur dapat terjadi dari hasil peredaran air panas alam yang melarutkan lapisan batu kapur di bawah permukaan, yang kemudian diendapakan kembali di permukaan bumi.
Batu kapur bisa berwarna dan diklasifikasikan namanya, tergantung dari unsur pengotornya. Magnesium, lempung, pasir, mangaan dan unsur organik merupakan unsur pengotor yang mengendap bersama-sama pada saat proses pengendapannya. Keterdapatan unsur pengotor tersebut bisa memberikan klasifikasi jenis batu kapur. Apabila unsur pengotornya magnesium, maka batu kapur tersebut diklasifikasikan sebagai batu kapur dolomitan, bila unsur pengotornya lempung, kama batu kapur tersebut diklasifikasikan sebagai batu kapur lempungan. Bila unsur pengotornya pasir maka disebut batu kapur pasiran.
Warna batu kapur yang kemerah-merahan disebabkan oleh unsur mangaan, sedangkan yang berwarna hitam bisa disebabkan oleh adanya unsur organik.
Batu kapur dapat bersifat keras dan padat, tetapi dapat pula sebaliknya. Selain yang pejal (masive) dijumpai yang poreus. Batu kapur juga bisa menjadi berhablur jika mengalami proses metamorfosa yaitu karena pengaruh tekanan dan panas, seperti pada batuan marmer. Batu kapur yang mengalami proses metamorfosa akan berubah kenampakan maupun sifat-sifatnya. Selain itu air tanah juga dapat mempengaruhi pengahbluran pada permukaan batu kapur, sehingga bisa berbentuk hablur kalsit.
Batu kapur juga bisa dijumpai di gua dan sungai bawah tanah. Ini terjadi sebagai akibat reaksi tanah. Air hujan yang mengandung CO3 dari udara maupun dari hasil pembusukan zat-zat organik di permukaan setelah meresap ke dalam tanah dapat melarutkan batu kapur yang dilaluinya, sehingga lambat laun akan terbentuk rongga-rongga di dalam tubuh batu kapur tersebut.
Di Kabupaten Trenggalek, banyak sekali dijumpai batuan ini dan cadangannya cukup besar, tetapi belum ada investor besar yang tertarik untuk mengusahakannya. Mungkin salah satu faktornya adalah karena transportasi dan lokasinya ada di lokasi milik Perhutani.
Saturday, May 9, 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)